Masyarakat dan IPK Minta Penghulu Kampung Dayun Cabut Pernyataannya  

Siak, Detak Indonesia -- Pernyataan Penghulu Kampung Dayun, Kabupaten Siak, Riau, Nasya Nugrik terkait constatering/pencocokan dan eksekusi PN Siak untuk lahan seluas 1.300 ha yang dikelola PT Karya Dayun berbuntut panjang. Petani lokal, pemilik lahan dan organisasi Ikatan Pemuda Karya (IPK) meminta sang penghulu menarik pernyataan yang terkesan tendensius. 

“Kemarin kami bersama teman-teman IPK Dayun mendatangi secara baik-baik Kantor Penghulu Kampung Dayun, sayangnya penghulu kampungnya tidak masuk, kami bertemu dengan Kerani (Sekdes) saja,” kata Ketua Harian DPD IPK Unggal Gultom saat mendampingi Ketua DPD IPK Riau Harianja, Selasa (25/10/2022). 

Maksud kedatangan IPK ke Kantor Penghulu Kampung Dayun tersebut ingin meminta klarifikasi dan penjelasan atas pernyataan Penghulu Nasya Nugrik ke berbagai media massa. Pernyataan itu antara lain bahwa tidak ada satupun warga Dayun yang masuk dalam objek perkara yang akan dieksekusi. Nasya Nugrik juga menuding massa yang melakukan penolakan sekelompok yang mengatasnamakan masyarakat Dayun diduga didatangkan dari luar wilayah. 

“Kemudian dia memberikan pernyataan bahwa organisasi kepemudaan yang ikut bersama masyarakat menolak constatering dan eksekusi lahan diduga sengaja didatangkan dari luar wilayah. Organisasi kepemudaan yang ikut mendampingi masyarakat adalah kami dari IPK, apakah maksudnya ingin menuding IPK juga,” kata dia.

Atas pernyataan Sang Penghulu tersebut, akhirnya Unggal Gultom bersama anggota IPK Dayun yang ikut menolak eksekusi lahan mendatangi Kantor Penghulu kampung itu. Unggal sudah menjelaskan kepada Kerani kampung terkait seluk beluk konflik lahan itu muncul. 

“Kepemilikan lahan di hamparan 1.300 ha itu sudah bersertifikat (SHM), yang asal muasal lahan adalah proses jual beli dengan masyarakat, yang surat-surat awalnya dari Desa Dayun ini. Jika itu dipersoalkan tentu mempersoalkan surat-surat yang diterbitkan sendiri oleh Kampung Dayun ini,” kata dia.

Menurutnya sangat ironi bila Penghulu Kampung Dayun yang sekarang tidak mengerti masalah itu. Kemudian massa yang melakukan penolakan ditunding dari luar wilayah juga dibuktikan dengan membawa beberapa orang Dayun ke kantor itu.

“Rencananya kemarin ada ratusan orang yang hadir ingin menunjukkan KTP dan KK-nya ke Penghulu Dayun, namun kita tetap menjaga kesantunan sehingga perwakilan saja yang datang. Artinya mereka yang ikut menolak constatering dan eksekusi lahan tersebut adalah orang Dayun juga,” kata dia.

Unggal mengganggap pernyataan Nasya Nugrik dalam kapasitasnya sebagai Penghulu Kampung Dayun terkesan dipaksakan. Sebagai Penghulu Kampung terkesan dipaksakan serta memihak ke pemohon eksekusi yaitu PT Duta Swakarya Indah (DSI). 

“Penghulu Kampung Dayun ibarat bapak yang tidak mengakui anaknya, bahwa asal muasal sertifikat adalah surat dari kampung itu sendiri, dan yang ikut menolak adalah warga yang ber-KTP Dayun sendiri,” kata dia.

Unggal yang diiyakan oleh Harianja meminta Penghulu Kampung Nasya Nugrik mencabut pernyataannya yang telah tersebar di berbagai media massa. Kemudian juga harus minta maaf secara terbuka. 

“Kami tidak mau dituduh melakukan aksi sembarangan. Penghulu Kampung Dayun tidak memiliki rasa empatik terhadap petani yang belasan tahun berkonflik dengan DSI. Memang tidak semua dari Dayun, ada yang dari Benteng, kampung Tengah, Mempura, Sengkemang dan lain-lain,” kata dia.

Unggal juga menjelaskan bahwa ia telah menyampaikan kepada Kerani Kampung Dayun agar mengecek siapa orang-orang yang bekerja di kawasan PT Karya Dayun dan PT DSI. Sekitar 95 persen yang di Karya Dayun ber KTP dan KK Dayun. 

“Kita tidak tahu siapa yang bekerja di PT DSI, apakah orang Dayun atau tidak, silahkan pihak desa cek sendiri kebenarannya,” kata dia. 

Unggal juga menegaskan jika Nasya Nugrik tidak mengakui sertifikat lahan di hamparan 1.300 ha berarti tidak mengakui surat dasar yang dikeluarkan Kampung Dayun sendiri.

“Intinya sertifikat berdasar dari surat desa atau kampung. Sedangkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan yang dipegang PT DSI adalah dari Menteri Kehutanan, masa Penghulu Kampung Dayun tidak mengerti itu,” kata dia. 

Sejumlah masyarakat yang mempertankan tanahnya dari tekanan DSI juga mengaku kecewa dengan Nasya Nugrik. Mereka adalah Nazaruddin dari Sengkemang, yang telah belasan tahun memperjuangkan agar lahan koperasinya yang dikuasai DSI agar dikembalikan.

“Tidak seharusnya Penghulu Dayun ngomong begitu, ini saya kecewa sekali. Itu pernyataan yang menyedihkan serta tendensius,” kata dia.

Ketua DPD LSM Perisai sekaligus Kuasa Pemilik Lahan Indriyani Mok dkk, Sunardi SH menjelaskan, terkait banyaknya lahan masyarakat di dalam kawasan PT DSI itu harus menjadi atensi Pemkab Siak untuk mengevaluasi kembali izin-izin yang diberikan. Termasuk Izin Lokasi (Inlok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang telah diberikan kepada PT DSI, sebab kepemilikan masyarakat juga mempunyai surat -surat.

“Setelah kita melakukan pengamatan dan penilaian terhadap PT DSI, ada kesalahan fatal, izin-izin yang diberikan sudah jelas aturan hukumnya bahwa lahan garapan warga atau yang sudah ada surat-surat apalagi sudah ada SHM itu sudah wajib di-enclave (dikeluarkan dari DSI), apabila PT DSI  tidak bisa persuasif kepada warga, atau warga tidak bersedia diganti rugi,” kata dia.

Menurut Sunardi, hasil putusan PN Siak terhadap termohon eksekusi bahwa surat-surat di atasnya tidak sah juga tidak jelas objeknya. Di dalam putusan tidak ada lokasi, titik koordinat, di mana batasan dan lain-lain. 

“Lahan punya siapa, letaknya di mana, tidak tertuang di dalam putusan itu, lahan yang mana tidak jelas. Ini hukum, seharusnya dari awal  jika harus dilaksanakan harus tertuang koordinat. Karena itu saya ingatkan Penghulu Kampung Dayun juga jangan gegabah, kami juga taat hukum kok,” kata Sunardi. 

Ia menegaskan, sebagai kuasa Indriany Mok dkk juga mengetahui Permen ATR/BPN Nomor 21/2020 pasal 37 ayat 1 setiap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan. Pasal 2 menyatakan pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat kecualikan terhadap: objek putusan terdapat putusan lain sekamar yang bertentangan, amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat diterima, objek putusan sedang diletakkan sita, letak bidang tanah objek perkara tidak jelas dan tidak ada eksekusi, letak, luas dan batas bidang tanah objek perkara yang disebut dalam amar putusan dan/atau pertimbangan hukum berbeda dengan letak, luas dan batas bidang tanah yang dieksekusi. Tanah objek perkara telah berubah menjadi tanah negara atau haknya telah hapus. Putusan sama sekali tidak berhubungan dengan objek yang dimohon pembatalan, alasan lain yang sah. Pada ayat 3 dinyatakan bahwa apabila putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan maka diberitahukan kepada pemohon dan pengadilan disertai dengan alasan dan pertimbangannya. 

“Sebenarnya semua pihak menyadari itu lahan tidak bisa dieksekusi, hanya saja faktor keterpaksaan mungkin ini menyangkut tentang adanya dugaan imbalan tadi sehingga oknum ini memaksakan diri. Sekarang kalau mau jelas, PN Siak ini apa perlu dihadirkan saksi ahli lagi, hadirkan saksi ahli mereka kami juga hadirkan saksi ahli kami. Apakah  putusan tadi itu terhadap lahan yang bisa dilakukan eksekusi, kami siap menerima tantangan dari PN Siak,” kata dia. 

Sebelumnya Penghulu Kampung Dayun Nasya Nugrik mengatakan tidak ada lahan masyarakat Dayun yang menjadi objek eksekusi. Jika sekiranya ada diharapkan melapor kepadanya dan ia akan membantu penyelesaiannya dengan PT DSI. Bahkan Nugrik menduga massa yang menghadang eksekusi tersebut sengaja didatangkan dari luar daerah. 

“Ya benar tu, macam mana lagi kan, kalau 23 nama tu nama orang Dayun asli ke depan betul kita Bang. Malas awak membela-belanya, selesaikan dulu satu-satu, kalau selesai PT DSI sama Karya Dayun, jadi kalau Jimi dan kawan-kawannya tu mau nuntut tuntut balik,” kata Nasya saat dikonfirmasi awak media baru-baru ini. (*/di)


Baca Juga